Hariansuaraintegritas.com, Kotabumi–Puluhan warga desa dari Kecamatan Abungkunang, Lampung Utara mendesak kepala desanya dicopot karena ditengarai telah ‘melindungi’ terduga pelaku rudapaksa. Massa ini menggelar aksi di kantor pemkab dan DPRD Lqmpung Utara, Rabu (24/9/2025).
“Kepala desa itu layak dicopot karena diduga sudah melindungi terduga pelaku rudapaksa anak,” ucap koordinator aksi, Exsadi.
Menurutnya, sikap itu terlihat jelas saat adanya proses mediasi antara korban dan terduga pelaku. Hasil mediasi berujung damai sangat tidak berpihak kepada korban. Hal itu tertuang jelas dalam surat pernyataan yang turut ditandatangani oleh korban. Padahal, secara aturan, kasus seperti ini tidak boleh diselesaikan di luar peradilan. Selain itu, kesepakatan ini batal demi hukum karena korban yang masih di bawah umur tidak dapat melakukan kesepakatan tersebut.
“Keberpihakan itu diduga karena terduga pelaku masih sepupu kepala desa,” kata dia.
Langkah ini jelas tidak sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Sebab, seyogianya, dalam menjalankan tugasnya, kepala desa harus berpihak kepada kepentingan masyarakat. Menariknya, penyelesaian damai dalam kasus yang nyaris mirip seperti ini kerap dilakukannya.
“Oleh karenanya perlu sanksi tegas untuk oknum itu,” ujarnya.
Menyikapi tuntutan itu, Asisten I Sekretaris Daerah Kabupaten Lampung Utara, Matsoleh mengatakan, akan segera membentuk tim khusus untuk mendalami dugaan tersebut. Untuk memastikan investigasi ini berjalan secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan, pihaknya akan melibatkan sejumlah aktivis ke dalam tim tersebut. Dengan demikian, apa pun hasil tim nantinya tidak akan diragukan lagi kebenarannya.
“Terduga pelaku rudapaksa sudah diamankan oleh pihak kepolisian hari ini,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Lampung Utara, M.Yusrizal mengatakan, akan mengawal kasus ini hingga tuntas. Terduga pelaku harus dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku.
Adapun mengenai aspirasi mengenai pencopotan jabatan kepala desa yang disuarakan, pihaknya juga akan melakukan hal yang sama. Jika memang dugaan itu terbukti, sanksi tegas harus dijatuhkan kepasa oknum kepala desa itu.
“Yakinlah, kami akan terus mengawal kasus ini agar keadilan dapat benar-benar dirasakan oleh korban dan keluarganya,” tutur dia.
Sebelumnya, lantaran dianggap ‘melindungi’ terduga pelaku rudapaksa, puluhan warga desa di Kecamatan Abungkunang mendesak pemkab untuk mencopot jabatan kepala desa mereka. Tuntutan itu disampaikan dalam aksi unjuk rasa di kantor pemkab, Rabu (24/9/2025).
“Copot kepala desa itu karena diduga melindungi terduga pelaku,” kata koordinator aksi, Exsadi dalam aksi unjuk rasa tersebut.
Sikap untuk melindungi terduga pelaku terlihat jelas karena oknum kepala desa itu melakukan mediasi dalam persoalan ini. Hasil mediasi antara korban dan pelaku tertuang dalam surat pernyataan. Dalam surat itu, korban turut menandatangani. Padahal, secara aturan, kasus seperti ini tidak boleh diselesaikan di luar peradilan. Selain itu, kesepakatan ini batal demi hukum karena korban yang masih di bawah umur tidak dapat melakukan kesepakatan tersebut.
Sebelumnya, seorang anak di bawah umur di Kecamatan Abungkunang diduga dirudapaksa oleh seorang perangkat desa. Akibatnya, Melati, bukan nama sebenarnya, hamil.
Kasus ini terungkap setelah pihak sekolah curiga melihat kondisi korban. Saat dipanggil ke ruang guru, barulah diketahui korban dalam keadaan hamil. Kabar tersebut membuat ayah korban sempat pingsan.
Dari pengakuan korban, pelaku kerap menghubunginya melalui WhatsApp. Suatu kali, pelaku masuk lewat pintu belakang rumah dan langsung membujuk korban di ruang tamu hingga melakukan perbuatan bejatnya. Peristiwa serupa kembali terjadi pada Juni 2025.
Ironinya, keluarga korban yang hendak menempuh jalur hukum dengan melapor ke Polres Lampung Utara justru mengaku dipaksa untuk berdamai. “Saya merasa takut, kepala desa diduga melindungi pelaku dengan memaksa kami berdamai,” terang ayah korban.
Menyikapi dugaan intervensi yang berujung perdamaian dalam kasus ini, Camat Abungkunang, Agus Jayastika dan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Lampung Utara, Tien Rostina Pra menilai, langkah ini tidak tepat. Setiap kasus tindak pidana kekerasan seksual wajib diselesaikan di peradilan.
Iwansyah Mega












